Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti Untuk Mewujudkan Makna Sumpah Pemuda
Delapan puluh
delapan tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dari
seluruh penjuru tanah air bersatu tanpa memandang asal, agama, suku, bahasa dan
organisasi mengikrarkan untuk bertumpah darah, berbangsa dan berbahasa satu
yaitu Indonesia yang dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda inilah
yang merupakan cikal bakal kemerdekaan bangsa Indonesia. Ikrar ini merupakan kristalisasi
semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Mereka sadar bahwa
perbedaan yang besar diantara mereka perlu disatukan untuk memperjuangkan dan
mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia sehingga tidak mudah dipecah belah oleh
pihak manapun.
Sumpah Pemuda memiliki makna bahwa setiap pemuda berjuang sampai darah
penghabisan untuk menjunjung tinggi tanah airnya dan berkorban pada satu-satunya
bangsa mereka yang tercinta yaitu Indonesia, dan untuk meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dari kemajemukan budaya, agama, dan suku diperlukan alat
pemersatu yaitu bahasa Indonesia.
Peringatan
Hari Sumpah
Pemuda mengingatkan kita untuk meningkatkan rasa nasionalisme demi
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Makna sumpah pemuda bagi masyarakat Indonesia harus
dijadikan pedoman dalam kebangkitan dan kebersamaan seluruh elemen bangsa.
Sebagai generasi muda, ada baiknya mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positif dan
menjalankan ideologi negara dengan baik.
Namun, saat ini generasi muda bangsa
ini justru melupakan makna Sumpah Pemuda itu. Nilai-nilai persatuan dan
kesatuan yang diperjuangkan dan diikrarkan para pemuda puluhan tahun lalu sudah
tidak tergambarkan saat ini. Banyak hal negatif yang melibatkan kalangan
generasi muda yang malah dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, diantaranya
adalah aksi tawuran antar pelajar mahasiswa, dan aksi kekerasan geng motor yang
mengganggu keamanan dan ketertiban sehingga sangat meresahkan masyarakat.
Jelas
bahwa aksi tawuran perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Bagi
keluarga jelas mengalami dampak negatif pertama bila si pelajar atau mahasiswa mengalami
cedera atau bahkan tewas, menyebabkan rusaknya fasilitas umum serta fasilitas
pribadi, terganggunya proses belajar di sekolah atau di kampus dan berkurangnya
penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif
untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja
agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi
jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
Bagi
masyarakat, ulah geng motor yang sering kali melakukan balapan liar, berkelahi
atau tawuran dan acap kali pula melakukan tindak kriminal tentu meresahkan. Berbagai
tindakan antisosial atau asosial yang dilakukan anggota geng motor. Bentuk
tindakan asosial yang dilakukan geng motor, antara lain, mengembangkan
subkultur geng yang eksklusif, menarik diri dari pergaulan umum, suka
berkelahi, minum minuman keras, menggunakan narkotik atau obat-obat berbahaya,
dan terlibat di dunia prostitusi atau pelacuran. Selain itu, tindakan
geng motor yang sudah masuk wilayah kriminal, yaitu tindakan yang secara nyata
telah melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau
keselamatan orang lain. Tindakan kriminal yang selama ini sering dilakukan geng
motor adalah terlibat aksi pemalakan, perampasan, pencurian, pemerkosaan,
pembunuhan, dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di
kepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporkan oleh masyarakat, tetapi
nyata-nyata mengancam ketenteraman masyarakat.
Hal di atas
menunjukkan bahwa perlunya gerakan penumbuhan budi pekerti (GPBP) di kalangan
generasi muda sejak usia dini. Melalui Permendikbud No.23 Tahun 2015,
Kemendikbud mendorong agar semua pelaku pendidikan memiliki budi pekerti.
Gerakan ini menumbuhkan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kebhinekaan seperti menghargai
keunikan potensi setiap individu sehingga dapat mendorong generasi muda untuk
mengembangkan dirinya sesuai bakat dan minatnya, menghayati hubungan spiritual
dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati
sesama mahluk hidup dan alam sekitar, memelihara lingkungan dengan melakukan
gotong royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan dan kebersihan
lingkungan, serta terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku, agama dan golongan
untuk tetap menjaga semangat persatuan dan kesatuan sebagai wujud tindakan
bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa.
GPBP ini
bukan hanya pengetahuan namun juga perilaku sehari-hari sehingga dalam
pendidikan dilakukan melalui pembiasaan, seperti kata dalam pepatah “ala bisa
karena biasa” dimana kebiasaan itu dijalankan
terus menerus sehingga membentuk karakter, dan kemudian menjelma menjadi budaya.
Tentu saja GPBP ini bukan hanya untuk diterapkan di lingkungan
sekolah saja, penerapannya harus dilakukan di lingkungan keluarga dan
masyarakat juga. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal seorang
anak, sekolah adalah tempat anak
tersebut belajar untuk menimba ilmu, memperluas cakrawala pengetahuan dan mengembangkan
potensinya kemudian ilmu yang diperolehnya digunakan dalam kehidupan
masyarakat. Bersinerginya ketiga lingkungan tersebut untuk menumbuhkan budi
pekerti, niscaya generasi muda akan menjadi tulang punggung yang kuat bagi
bangsa dan negara ini.
Tidak ada komentar